A. Pengertian Hukum Administrasi Negara
1) Pengertian Administrasi Negara
Istilah Administrasi berasal dari bahasa Latin yaitu Administrare, yang artinya adalah setiap penyusunan keterangan yang dilakukan secara tertulis dan sistematis dengan maksud mendapatkan sesuatu ikhtisar keterangan itu dalam keseluruhan dan dalam hubungannya satu dengan yang lain. Namun tidak semua himpunan catatan yang lepas dapat dijadikan administrasi. Menurut Liang Gie dalam Ali Mufiz (2004:1.4) menyebutkan bahwa Administrasi adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam bentuk kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Sehingga dengan demikian Ilmu Administrasi dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari proses, kegiatan dan dinamika kerjasama manusia. Dari definisi administrasi menurut Liang Gie kita mendapatkan tiga unsur administrasi, yang terdiri:
1. kegiatan melibatkan dua orang atau lebih
2. kegiatan dilakukan secara bersama-sama, dan
3. ada tujuan tertentu yang hendak dicapai
Kerjasama itu sendiri merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih, kerjasama dapat terjadi dalam semua hal bidang kehidupan baik sosial, ekonomi, politik, atau budaya. Dari sifat dan kepentingannya, kerjasama dapat dibedakan menjadi dua yaitu kegiatan yang bersifat privat dan kegiatan yang bersifat publik. Sehingga ilmu yang mempelajarinya dibedakan menjadi dua pula yaitu ilmu administrasi privat (private administration) dan ilmu administrasi negara (public administration). Perbedaan antara dua cabang ilmu ini (private administration dan public administration) terletak pada fokus pembahasan atau obyek studi dari masing-masing cabang ilmu tersebut. Administrasi negara memusatkan perhatiannya pada kerjasama yang dilakukan dalam lembaga-lembaga pemerintah, sedangkan administrasi privat memfokuskan perhatiannya pada lembaga-lembaga bisnis swasta. Dengan demikian ilmu administrasi negara (public administration) dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari kegiatan kerjasama dalam organisasi atau institusi yang bersifat publik yaitu negara.
Mengenai arti dan apakah yang dimaksud dengan administrasi, lebih lanjut Liang Gie dalam Ali Mufiz (2004: 1.5) mengelompokkan menjadi tiga macam kategori definisi administrasi yaitu:
1. Administrasi dalam pengertian proses atau kegiatan
Sebagaimana dikemukakan oleh Sondang P. Siagian bahwa administrasi adalah keseluruhan proses kerjasama antara dua orang manusia atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
2. Administrasi dalam pengertian tata usaha
a. Menurut Munawardi Reksodiprawiro, bahwa dalam arti sempit administrasi berarti tata usaha yang mencakup setiap pengaturan yang rapi dan sistematis serta penentuan fakta-fakta secara tertulis, dengan tujuan memperoleh pandangan yang menyeluruh serta hubungan timbal balik antara satu fakta dengan fakta lainnya.
b. G. Kartasapoetra, mendefinisikan bahwa administrasi adalah suatu alat yang dapat dipakai menjamin kelancaran dan keberesan bagi setiap manusia untuk melakukan perhubungan, persetujuan dan perjanjian atau lain sebagainya antara sesama manusia dan/atau badan hukum yang dilakukan secara tertulis.
c. Harris Muda, administrasi adalah suatu pekerjaan yang sifatnya mengatur segala sesuatu pekerjaan yang berhubungan dengan tulis menulis, surat menyurat dan mencatat (membukukan) setiap perubahan/kejadian yang terjadi di dalam organisasi itu.
3. Administrasi dalam pengertian pemerintah atau administrasi negara
a. Wijana, Administrasi negara adalah rangkaian semua organ-organ negara terendah dan tinggi yang bertugas menjalankan pemerintahan, pelaksanaan dan kepolisian.
b. Y. Wayong, menyebutkan bahwa administrasi Negara adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengendalikan usaha-usaha instansi pemerintah agar tujuannya tercapai.
Dari berbagai definisi tentang administrasi Negara, Ali Mufiz (2004:1.7) menyebutkan ada dua pola pemikiran yang berbeda tentang administrasi negara yaitu:
- Pola Pemikiran Pertama
Memandang administrasi Negara sebagai satu kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah, khususnya oleh lembaga eksekutif. Marshall Edward Dimock dan Gladys Ogden Dimock (1964), yang mengutif definisi W.F. Willougby, yaitu bahwa fungsi administrasi adalah fungsi untuk secara nyata mengatur pelaksanaan hukum yang dibuat oleh lembaga legislative dan ditafsirkan oleh lembaga yudikatif.
- Pola Pemikiran Kedua
Pola kedua menyatakan bahwa administrasi Negara lebih luas daripada sekedar membahas aktivitas-aktivitas lembaga eksekutif saja. Artinya Administrasi Negara meliput seluuh aktivitas dari ketiga cabang pemerintahan, mencakup baik lembaga eksekutif maupun lembaga legislative dan yudikatif, yang semuanya bermuara pada fungsi untuk memberikan pelayanan publik. J.M. Pfifftner berpendapat bahwa administrasi Negara adalah koordinasi dari usaha-saha kolektif yang dimaksudkan untuk melaksanakan kebijaksanaan pemerintah.
Mendasarkan pada pola kedua di atas, Felix A. Nigro dan Lloyd G. Nigro (1977:18) menyimpulkan bahwa administrasi negara adalah:
1) usaha kelompok yang bersifat kooperatif yang diselenggarakan dalam satu lingkungan publik
2) meliputi seluruh cabang pemerintahan serta merupakan pertalian diantara cabang pemerintahan (eksekutif, yudikatif, dan legislatif).
3) Mempunyai peranan penting dalam perumusan kebijaksanaan publik (public policy) dan merupakan bagian dari proses politik
4) Amat berbeda dengan administrasi privat
5) Berhubungan erat dengan kelompok-kelompok privat dan individual dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Sementara C.S.T. Kansil (1985:2) mengemukakan arti Administrasi Negara adalah sebagai berikut:
1) Sebagai aparatur negara, aparatur pemerintahan, atau istansi politik (kenegaraan) artinya meliputi organ yang berada di bawah pemerintah, mulai dari presiden, menteri, termasuk gubernur, bupati/walikota (semua organ yang menjalankan administrasi negara).
2) Sebagai fungsi atau sebagai aktivitas, yakni sebagai kegiatan mengurus kepentingan negara
3) Sebagai proses teknis penyelenggaraan undang-undang, artinya meliputi segala tindakan aparatur negara dalam menjalankan undang-undang.
Tujuan administrasi negara sangat tergantung pada tujuan dari negara itu sendiri. Indonesia yang berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945, selayaknya pula bahwa tujuan dari administrasi negaranya berdasar dan bersumber pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 dimana dalam Pembukaannya disebutkan bahwa Negara Indonesia bertujuan untuk bagaimana melindungi segenap bangsa Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, mewujudkan keadilan sosial, memajukan kesejahteraan umum dan ikut serta dalam usaha perdamaian dunia. Jadi tugas administrasi negara adalah memberikan pelayanan (service) yang baik kepada kepentingan masyarakat, bangsa dan negara, serta mengabdi kepada kepentingan masyarakat. Bukan sebaliknya yang seringkali terjadi masyarakat yang harus melayani administrator negara. Untuk itu agar penyelenggaraan administrasi negara ini dapat berjalan sesuai dengan tujuan dan cita-cita bangsa maka dituntut partisipasi masyarakat (social participation), dukungan dari masyarakat kepada administrasi negara (social support), pengawasan dari masyarakat terhadap kinerja administrasi negara (social control), serta harus ada pertanggung jawaban dari kegiatan administrasi negara (social responsibility).
2) Hukum Administrasi Negara
Istilah Hukum Administrasi Negara (yang dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0198/LI/1972 tentang Pedoman Mengenai Kurikulum Minimal Fakultas Hukum Negeri maupun Swasta di Indonesia, dalam pasal 5 disebut Hukum Tata Pemerintahan) berasal dari bahasa Belanda Administratiefrecht, Administrative Law (Inggris), Droit Administratief (Perancis), atau Verwaltungsrecht (Jerman). Dalam Keputusan Dirjen Dikti Depdikbud No. 30/DJ/Kep/1983 tentang Kurikulum Inti Program Pendidikan Sarjana Bidang Hukum disebut dengan istilah Hukum Administrasi Negara Indonesia, sedangkan dalam Keputusan Dirjen Dikti No. 02/DJ/Kep/1991, mata kuliah ini dinamakan Asas-Asas Hukum Administrasi Negara. Dalam rapat dosen Fakultas Hukum Negeri seluruh Indonesia pada bulan Maret 1973 di Cibulan, diputuskan bahwa sebaiknya istilah yang dipakai adalah “Hukum Administrasi Negara”, dengan tidak menutup kemungkinan penggunaan istilah lain seperti Hukum Tata Usaha Negara, Hukum Tata Pemerintahan atau lainnya. Alasan penggunaan istilah Hukum Administrasi Negara ini adalah bahwa Hukum Administrasi Negara merupakan istilah yang luas pengertiannya sehingga membuka kemungkinan ke arah pengembangan yang sesuai dengan perkembangan dan kemajuan negara Republik Indonesia ke depan. Dan berdasarkan Kurikulum Program Sarjana Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Dirjen Dikti Depdiknas tahun 2000, mata kuliah ini disebut Hukum Administrasi Negara dengan bobot 2 SKS.
Hukum Administrasi Negara sebagai salah satu bidang ilmu pengetahuan hukum; dan oleh karena hukum itu sukar dirumuskan dalam suatu definisi yang tepat, maka demikian pula halnya dengan Hukum Administrasi Negara juga sukar diadakan suatu perumusan yang sesuai dan tepat. Mengenai Hukum Administrasi Negara para sarjana hukum di negeri Belanda selalu berpegang pada paham Thorbecke, beliau dikenal sebagai Bapak Sistematik Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara. Adapun salah satu muridnya adalah Oppenheim, yang juga memiliki murid Mr. C. Van Vollenhoven. Thorbecke menulis buku yang berjudul Aantekeningen op de Grondwet (Catatan atas undang-undang dasar) yang pada pokoknya isi buku ini mengkritik kebijaksanaan Raja Belanda Willem I, Thorbecke adalah orang yang pertama kali mengadakan organisasi pemerintahan atau mengadakan sistem pemerintahan di Belanda, dimana pada saat itu Raja Willem I memerintah menurut kehendaknya sendiri pemerintahan di Den Haag, membentuk dan mengubah kementerian-kementerian menurut orang-orang dalam pemerintahan.
Oppenheim memberikan suatu definisi Hukum Administrasi Negara adalah sebagai suatu gabungan ketentuan-ketentuan yang mengikat badan-badan yang tinggi maupun yang rendah apabila badan-badan itu menggunakan wewenang yang telah diberikan kepadanya oleh Hukum Tata Negara. Hukum Administrasi Negara menurut Oppenheim adalah sebagai peraturan-peraturan tentang negara dan alat-alat perlengkapannya dilihat dalam geraknya (hukum negara dalam keadaan bergerak atau staat in beweging). Sedangkan murid Oppenheim yaitu Van Vollenhoven membagi Hukum Administrasi Negara menjadi 4 yaitu sebagai berikut:
1) Hukum Peraturan Perundangan (regelaarsrecht/the law of the legislative process)
2) Hukum Tata Pemerintahan (bestuurssrecht/ the law of government)
3) Hukum Kepolisian (politierecht/ the law of the administration of security)
4) Hukum Acara Peradilan (justitierecht/ the law of the administration of justice), yang terdiri dari:
a. Peradilan Ketatanegaraan
b. Peradilan Perdata
c. Peradilan Pidana
d. Peradilan Administrasi
Utrecht (1985) dalam bukunya Pengantar Hukum Administrasi Negara mengatakan bahwa Hukum Administrasi Negara ialah himpunan peraturan –peraturan tertentu yang menjadi sebab, maka negara berfungsi. Dengan kata lain Hukum Administrasi Negara merupakan sekumpulan peraturan yang memberi wewenang kepada administrasi negara untuk mengatur masyarakat.
Sementara itu pakar hukum Indonesia seperti Prof. Dr. Prajudi Atmosudirjo, S.H. (1994), berpendirian bahwa tidak ada perbedaan yuridis prinsipal antara Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara. Perbedaannya menurut Prajudi hanyalah terletak pada titik berat dari pembahasannya. Dalam mempelajari Hukum Tata Negara kita membuka fokus terhadap konstitusi negara sebagai keseluruhan, sedangkan dalam membahas Hukum Administrasi Negara lebih menitikberatkan perhatian secara khas kepada administrasi negara saja. Administrasi merupakan salah satu bagian yang terpenting dalam konstitusi negara di samping legislatif, yudikatif, dan eksaminasi. Dapat dikatakan bahwa hubungan antara Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara adalah mirip dengan hubungan antara hukum dagang terhadap hukum perdata, dimana hukum dagang merupakan pengkhususan atau spesialisasi dari hukum perikatan di dalam hukum perdata. Hukum Administrasi Negara adalah sebagai suatu pengkhususan atau spesialisasi dari Hukum Tata Negara yakni bagian hukum mengenai administrasi negara.
Berdasarkan definisi Hukum Administrasi Negara menurut Prajudi Atmosudirdjo (1994), maka dapatlah disimpulkan bahwa Hukum Administrasi Negara adalah hukum mengenai seluk-beluk administrasi negara (hukum administrasi negara heteronom) dan hukum operasional hasil ciptaan administrasi negara sendiri (hukum administrasi negara otonom) di dalam rangka memperlancar penyelenggaraan dari segala apa yang dikehendaki dan menjadi keputusan pemerintah di dalam rangka penunaian tugas-tugasnya.
Hukum administrasi negara merupakan bagian operasional dan pengkhususan teknis dari hukum tata negara, atau hukum konstitusi negara atau hukum politik negara. Hukum administrasi negara sebagai hukum operasional negara di dalam menghadapi masyarakat serta penyelesaian pada kebutuhan-kebutuhan dari masyarakat tersebut.
Hukum Administrasi Negara diartikan juga sebagai sekumpulan peraturan yang mengatur hubungan antara administrasi Negara dengan warga masyarakat, dimana administrasi Negara diberi wewenang untuk melakukan tindakan hukumnya sebagai implementasi dari policy suatu pemerintahan.
Contoh, policy pemerintah Indonesia adalah mengatur tata ruang di setiap kota dan daerah di seluruh Indonesia dalam rangka penataan lingkungan hidup. Implementasinya adalah dengan mengeluarkan undang-undang yang mengatur tentang lingkungan hidup. Undang-undang ini menghendaki bahwa setiap pembangunan harus mendapatkan izin dari pejabat yang berwenang. Pelaksanaannya adalah bahwa disetiap daerah ada pejabat administrasi Negara yang berwenang memberi/menolak izin bangunan yang diajukan masyarakat melalui Keputusan Administrasi Negara yang berupa izin mendirikan bangunan.
B. Lapangan Pekerjaan Administrasi Negara
Sebelum abad ke 17 adalah sukar untuk menentukan mana lapangan administrasi Negara dan mana termasuk lapangan membuat undang-undang dan lapangan kehakiman, karena pada waktu itu belum dikenal “pemisahan kekuasaan”, pada waktu itu kekuasaan Negara dipusatkan pada tangan raja kemudian pada birokrasi-birokrasi kerajaan. Tapi setelah abad ke 17 timbulah aliran baru yang menghendaki agar kekuasaan negara dipisahkan dari kekuasaan raja dan diserahkan kepada tiga badan kenegaraan yang masing-masing mempunyai lapangan pekerjaan sendiri-sendiri terpisah yang satu dari yang lainnya seperti yang telah dikemukakan oleh John Locke dan Montesquieu.
Sejak itu baru kita mengetahui apakah yang menjadi lapangan administrasi negara itu. Maka yang menjadi lapangan administrasi negara berdasarkan teori Trias Politica John Locke maupun Monesquieu adalah lapangan eksekutif yaitu lapangan yang melaksanakan undang-undang. Bahkan oleh John Locke tugas kehakiman dimasukkan ke dalam lapangan eksekutif karena mengadili itu termasuk melaksanakan undang-undang. Sejak adanya teori “pemisahan kekuasaan” ini lapangan administrasi negara mengalami perkembangan yang pesat.
Tetapi ajaran Trias Politica ini hanya dapat diterapkan secara murni di negara-negara seperti yang digambarkan oleh Immanuel Kant dan Fichte yaitu di negara-negara hukum dalam arti sempit atau seperti yang disebut Utrech “Negara Hukum Klasik” (klasieke rechtsstaat), tetapi tidak dapat diterapkan kedalam system pemerintahan dari suatu negara hukum modern (moderneechsstaat), karena lapangan pekerjaan administrasi negara pada Negara hukum modern adalah lebih luas dari pada dalam negara hukum klasik. Apakah sebabnya maka lapangan administrasi negara dalam negara hukum modern itu lebih luas dari pada dalam negara hukum klasik, hal ini dapat dilihat dari ciri-ciri kedua negara tersebut.
NEGARA HUKUM KLASIK | NEGARA HUKUM MODERN |
Corak Negara adalah Negara liberal yang mempertahankan dan melindungi ketertiban social dan ekonmi berdasarkan asas “Laisez fair laissez passer” yaitu asas kebebasan dari semua warga negaranya dan dalam persaingan diantara mereka | Corak Negara adalah “Welfare State”, suatu negara yang mengutamakan kepentingan seluruh rakyat |
Tugas Negara adalah sebagai “Penjaga Malam” (Nachtswakerstaat) karena hanya menjaga keamanan dalam arti sempit, yaitu keamanan senjata | Ekonomi liberal telah diganti dengan system ekonomi yang lebih dipimpin oleh pemerintah pusat (central geleide ekonomie). |
Adanya suatu “Staatsonthouding” sepenuhnya, artinya “pemisahan antara negara dan masyarakat” Negara dilarang keras ikut campur dalam lapangan ekonomi dan lapangan-lapangan kehidupan sosial lainnya | Staatsonhouding telah diganti dengan staatsbemoeienis artinya negara ikut campur dalam semua lapangan kehidupan masyarakat |
Ditinjau dari segi politik suatu “Nachtwakerstaat” Negara sebagai penjaga malam, tugas pokoknya adalah menjamin dan melindungi kedudukan ekonomi dari the rulling class nasib dari mereka yang bukan rulling class tidak dihiraukan oleh alat-alat pemerintah dalam suatu Nachtwakerstaat. | Tugas dari suatu Welfare State adalah “Bestuurszorg” yaitu menyelenggarakan kesejahteraan umum |
| Tugas Negara adalah menjaga keamanan dalam arti luas yaitu keamanan social disegala lapangan kehidupan masyarakat |
Prajudi Atmosudirdjo (1994: 61) mengemukakan bahwa untuk keperluan studi ilmiah, maka ruang lingkup atau lapangan hukum administrasi negara meliputi:
1) Hukum tentang dasar-dasar dan prinsip-prinsip umum daripada administrasi negara
2) Hukum tentang organisasi dari administrasi negara
3) Hukum tentang aktivitas-aktivitas dari Administrasi Negara, terutama yang bersifat yuridis
4) Hukum tentang sarana-sarana dari Administrasi Negara, terutama mengenai Kepegawaian Negara dan Keuangan Negara
5) Hukum Administrasi Pemerintahan Daerah atau Wilayah
6) Hukum tentang Peradilan Administrasi Negara
Sementara Van Vollenhoven sebagaimana dikutip oleh Victor M. Situmorang (1989:23) menggambarkan suatu skema mengenai Hukum Administrasi Negara di dalam kerangka hukum seluruhnya, yang dikenal dengan sebutan “residu theori”, yaitu sebagai berikut:
1) Staatsrecht (materieel)/Hukum Tata Negara (materiel), meliputi:
a. Bestuur (pemerintahan)
b. Rechtspraak (peradilan)
c. Politie (kepolisian)
d. Regeling (perundang-undangan)
2) Burgerlijkerecht (materieel)/Hukum Perdata (materiel)
3) Strafrecht (materiel)/Hukum Pidana (materiel)
4) Administratiefrecht (materiel) dan formell)/Hukum Administrasi Negara (materiel dan formeel), meliputi:
a. Bestuursrecht (hukum pemerintahan)
b. Justitierecht (hukum peradilan) yang meliputi:
1. Staatsrechterlijeke rechtspleging (formeel staatsrecht/Peradilan Tata Negara)
2. Administrative rechtspleging (formeel administratiefrecht/Peradilan Administrasi Negara)
3. Burgerlijeke rechtspleging/Hukum Acara Perdata
4. Strafrechtspleging/Hukum Acara Pidana
5) Politierecht (Hukum Kepolisian)
6) Regelaarsrecht (Hukum Proses Perundang-Undangan)
Lebih lanjut Victor M. Situmorang (1989:27-37) menyebutkan ada beberapa teori dari lapangan administrasi negara, yang tentunya sangat tergantung pada perkembangan dari suatu sistem pemerintahan yang dianut oleh negara yang bersangkutan, dan ini sangat menentukan lapangan atau kekuasaan Hukum Administrasi Negara.
1. Teori Ekapraja (Ekatantra)
Teori ini ada dalam negara yang berbentuk sistem pemerintahan monarki absolut, dimana seluruh kekuasaan negara berada di tangan satu orang yaitu raja. Raja dalam sistem pemerintahan yang monarki absolut memiliki kekuasaan untuk membuat peraturan (legislatif), menjalankan (eksekutif) dan mempertahankan dalam arti mengawasi (yudikatif). Dalam negara yang berbentuk monarki absolut ini hukum administrasi negara berbentuk instruksi-instruksi yang harus dilaksanakan oleh aparat negara (sistem pemerintahan yang sentralisasi dan konsentrasi). Lapangan pekerjaan administrasi negara atau hukum administrasi negara hanya terbatas pada mempertahankan peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan yang dibuat oleh raja, dalam arti alat administrasi negara hanya merupakan “machtsapparat” (alat kekuatan) belaka. Oleh sebab itu dalam negara yang demikian terdapat hanya satu macam kekuasaan saja yakni kekuasaan raja, sehingga pemerintahannya sering disebut pemerintahan Eka Praja (Danuredjo, 1961:25).
2. Teori Dwipraja (Dwitantra)
Hans Kelsen membagi seluruh kekuasaan negara menjadi dua bidang yaitu: 1) Legis Latio, yang meliputi “Law Creating Function”, dan 2) Legis Executio, yang meliputi:
a. Legislative power
b. Judicial power
Legis Executio ini bersifat luas, yakni melaksanakan “The Constitution” beserta seluruh undang-undang yang ditetapkan oleh kekuasaan legislatif, maka mencakup selain kekuasaan administratif juga seluruh judicial power. Lebih lanjut Hans Kelsen kemudian membagi kekuasaan administratif tersebut menjadi dua bidang yang lebih lanjut disebut sebagai Dichotomy atau Dwipraja atau Dwitantra, yaitu: 1) Political Function (Government), dan 2) Administrative Function (Verwaltung atau Bestuur).
Seorang Sarjana dari Amerika Serikat yaitu Frank J. Goodnow membagi seluruh kekuasaan pemerintahan dalam dichotomy, yaitu: a) Policy making, yaitu penentu tugas dan haluan, dan b) Task Executing, yaitu pelaksana tugas dan haluan negara. Sementara itu A.M. Donner juga membedakan dua kekuasaan pemerintahan, yaitu: 1) kekuasaan yang menentukan tugas (taakstelling) dari alat-alat pemerintah atau kekuasaan yang menentukan politik negara, dan 2) Kekuasaan yang menyelenggarakan tugas yang telah ditentukan atau merealisasikan politik negara yang telah ditentukan sebelumnya (verwezenlijkking van de taak). Teori yang membagi fungsi pemerintahan dalam dua fungsi seperti tersebut di atas disebut dengan Teori Dwipraja.
3. Teori Tripraja (Trias Politica)
John Locke dalam bukunya “Two Treatises on Civil Government”, membagi tiga kekuasaan dalam negara yang berdiri sendiri dan terlepas satu sama lain, yaitu:
1) Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat peraturan perundangan
2) Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan, termasuk didalamnya juga kekuasaan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan perundangan, yaitu kekuasaan pengadilan (yudikatif).
3) Kekuasaan federatif, yaitu kekuasaan yang meliputi segala tindakan untuk menjaga keamanan negara dalam hubungan dengan negara lain seperti membuat aliansi dan sebagainya atau misalnya kekuasaan untuk mengadakan hubungan antara alat-alat negara baik intern maupun ekstern.
Pada tahun 1748, Filsuf Perancis Montesquieu memperkembangkan lebih lanjut pemikiran John Locke dalam bukunya “L’Esprit des Lois (The Spirit of the Law). Montesquieu juga membagi kekuasaan negara menjadi tiga yaitu:
1) kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat undang-undang
2) kekuasaan eksekutif, yaitu meliputi penyelenggaraan undang-undang (terutama tindakan di bidang luar negeri).
3) kekuasaan yudikatif, yaitu kekuasaan mengadili pelanggaran atas undang-undang.
Berbeda dengan John Locke yang memasukkan kekuasaan yudikatif ke dalam kekuasaan eksekutif, Montesquieu memandang kekuasaan pengadilan (yudikatif) itu sebagai kekuasaan yang berdiri sendiri, dan sebaliknya kekuasaan hubungan luar negeri yang disebut John Locke sebagai kekuasaan federatif, dimasukkan kedalam kekuasaan eksekutif. Lebih lanjut Montesquieu mengemukakan bahwa kemerdekaan hanya dapat dijamin, jika ketiga fungsi tersebut tidak dipegang oleh satu orang atau badan, tetapi oleh tiga orang atau badan yang terpisah, sehingga diharapkan akan terwujudnya jaminan bagi kemerdekaan setiap individu terhadap tindakan sewenang-wenang dari penguasa. Sistem pemerintahan dimana kekuasaan yang ada dalam suatu negara dipisahkan menjadi tiga kekuasaan tersebut di atas dikenal dengan teori Tripraja.
4. Teori Catur Praja
Berdasarkan teori residu dari Van Vollenhoven dalam bukunya “Omtrek Van Het Administratief Recht”, membagi kekuasaan/fungsi pemerintah menjadi empat yang dikenal dengan teori catur praja yaitu:
1) Fungsi memerintah (bestuur)
Dalam negara yang modern fungsi bestuur yaitu mempunyai tugas yang sangat luas, tidak hanya terbatas pada pelaksanan undang-undang saja. Pemerintah banyak mencampuri urusan kehidupan masyarakat, baik dalam bidang ekonomi, sosial budaya maupun politik.
2) Fungsi polisi (politie)
Merupakan fungsi untuk melaksanakan pengawasan secara preventif yakni memaksa penduduk suatu wilayah untuk mentaati ketertiban hukum serta mengadakan penjagaan sebelumnya (preventif), agar tata tertib dalam masyarakat tersebut tetap terpelihara.
3) Fungsi mengadili (justitie)
Adalah fungsi pengawasan yang represif sifatnya yang berarti fungsi ini melaksanakan yang konkret, supaya perselisihan tersebut dapat diselesaikan berdasarkan peraturan hukum dengan seadil-adilnya.
4) Fungsi mengatur (regelaar)
Yaitu suatu tugas perundangan untuk mendapatkan atau memperoleh seluruh hasil legislatif dalam arti material. Adapun hasil dari fungsi pengaturan ini tidaklah undang-undang dalam arti formil (yang dibuat oleh presiden dan DPR), melainkan undang-undang dalam arti material yaitu setiap peraturan dan ketetapan yang dibuat oleh pemerintah mempunyai daya ikat terhadap semua atau sebagian penduduk wilayah dari suatu negara.
5. Teori Panca Praja
Dr. JR. Stellinga dalam bukunya yang berjudul “Grondtreken Van Het Nederlands Administratiegerecht”, membagi fungsi pemerintahan menjadi lima fungsi yaitu: 1) Fungsi perundang-undangan (wetgeving), 2) Fungsi pemerintahan (Bestuur), 3) Fungsi Kepolisian (Politie), 4) Fungsi Peradilan (Rechtspraak), 5) Fungsi Kewarganegaraan (Burgers). Lemaire juga membagi fungsi pemerintahan menjadi lima, yaitu: 1) Bestuurszorg (kekuasaan menyelenggarakan kesejahteraan umum), 2) Bestuur (kekuasaan pemerintahan dalam arti sempit), 3) politie (Kekuasaan polisi), 4) Justitie (kekuasaan mengadili), dan 5) reglaar (kekuasaan mengatur).
6. Teori Sad Praja
Teori Sad Praja ini dikemukakan oleh Wirjono Prodjodikoro, bahwa kekuasaan pemerintahan dibagi menjadi 6 kekuasaan, yaitu:
1) kekuasaan pemerintah
2) kekuasaan perundangan
3) kekuasaan pengadilan
4) kekuasaan keuangan
5) kekuasaan hubungan luar negeri
6) kekuasaan pertahanan dan keamanan umum
C. Kedudukan Hukum Administrasi Negara
Hukum Administrasi Negara merupakan salah satu mata kuliah wajib pada Program Studi PPKN atau Pendidikan Kewarganegaraan. Dalam studi hukum, Hukum Administrasi Negara merupakan salah satu cabang atau bagian dari hukum yang khusus. Dalam studi Ilmu Administrasi, mata kuliah Hukum Administrasi Negara merupakan bahasan khusus tentang salah satu aspek dari administrasi, yakni bahasan mengenai aspek hukum dari administrasi negara. Sedangkan dikalangan PBB dan kesarjanaan internasional, Hukum Administrasi Negara diklasifikasi baik dalam golongan ilmu-ilmu hukum maupun dalam ilmu-ilmu administrasi.
Hukum administrasi materiil terletak diantara hukum privat dan hukum pidana. Hukum administrasi dapat dikatakan sebagai “hukum antara” (Poly-Juridisch Zakboekje h. B3/4). Sebagai contoh izin bangunan. Dalam memberikan izin penguasa memperhatikan segi-segi keamanan dari bangunan yang direncanakan. Dalam hal demikian, pemerintah menentukan syarat-syarat keamanan. Disamping itu bagi yang tidak mematuhi ketentuan-ketentuan tentang izin bangunan dapat ditegakkan sanksi pidana. W.F. Prins mengemukakan bahwa “hampir setiap peraturan berdasarkan hukum administrasi diakhiri in cauda venenum dengan sejumlah ketentuan pidana (in cauda venenum secara harfiah berarti ada racun di ekor/buntut).
Menurut isinya hukum dapat dibagi dalam Hukum Privat dan Hukum Publik. Hukum Privat (hukum sipil), yaitu hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain, dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan. Sedangkan Hukum Publik (Hukum Negara), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan alat-alat perlengkapan atau hubungan antara negara dengan perseorangan (warga negara), yang termasuk dalam hukum publik ini salah satunya adalah Hukum Administrasi Negara.
D. Hubungan Hukum Administrasi Negara dengan Ilmu Lainnya
1. Hukum Administrasi Negara dengan Hukum Tata Negara
Baron de Gerando adalah seorang ilmuwan Perancis yang pertama kali mempekenalkan ilmu hukum administrasi negara sebagai ilmu hukum yang tumbuh langsung berdasarkan keputusan-keputusan alat perlengkapan negara berdasarkan praktik kenegaraan sehari-hari. Maksudnya, keputusan raja dalam menyelesaikan sengketa antara pejabat dengan rakyat merupakan kaidah Hukum Administrasi Negara.
Mr. W.F. Prins menyatakan bahwa Hukum Administrasi Negara merupakan aanhangsel (embel-embel atau tambahan) dari hukum tata negara. Sementara Mr. Dr. Romeyn menyatakan bahwa Hukum Tata Negara menyinggung dasar-dasar dari pada negara Sedangkan Hukum Administrasi Negara adalah mengenai pelaksanaan tekniknya. Pendapat Romeyn ini dapat diartikan bahwa Hukum Administrasi Negara adalah sejenis hukum yang melaksanakan apa yang telah ditentukan oleh Hukum Tata Negara, dan sejalan dengan teori Dwi Praja dari Donner, maka Hukum Tata Negara itu menetapkan tugas (taakstelling) sedangkan Hukum Administrasi Negara itu melaksanakan apa yang telah ditentukan oleh Hukum Tata Negara (taakverwezenlijking).
Menurut Van Vollenhoven, secara teoretis Hukum Tata Negara adalah keseluruhan peraturan hukum yang membentuk alat perlengkapan Negara dan menentukan kewenangan alat-alat perlengkapan Negara tersebut, sedangkan Hukum Administrasi Negara adalah keseluruhan ketentuan yang mengikat alat-alat perlengkapan Negara, baik tinggi maupun rendah ketika alat-alat itu akan menggunakan kewenangan ketatanegaraan. Pada pihak yang satu terdapatlah hukum tata negara sebagai suatu kelompok peraturan hukum yang mengadakan badan-badan kenegaraan, yang memberi wewenang kepada badan-badan itu, yang membagi pekerjaan pemerintah serta memberi bagian-bagian itu kepada masing-masing badan tersebut yang tinggi maupun yang rendah. Hukum Tata Negara menurut Oppenheim yaitu memperhatikan negara dalam keadaan tidak bergerak (staat in rust). Pada pihak lain terdapat Hukum Administrasi negara sebagai suatu kelompok ketentuan-ketentuan yang mengikat badan-badan yang tinggi maupun rendah bila badan-badan itu menggunakan wewenangnya yang telah diberi kepadanya oleh hukum tata negara itu. Hukum Administrasi negara itu menurut Oppenheim memperhatikan negara dalam keadaan bergerak (staat in beweging).
Tidak ada pemisahan tegas antara hukum tata negara dan hukum administrasi. Terhadap hukum tata negara, hukum administrasi merupakan perpanjangan dari hukum tata Negara. Hukum administrasi melengkapi hukum tata Negara, disamping sebagai hukum instrumental (instrumenteel recht) juga menetapkan perlindungan hukum terhadap keputusan –keputusan penguasa.
2. Hukum Administrasi Negara dengan Hukum Pidana
Romeyn berpendapat bahwa hukum Pidana dapat dipandang sebagai bahan pembantu atau “hulprecht” bagi hukum administrasi negara, karena penetapan sanksi pidana merupakan satu sarana untuk menegakkan hukum tata pemerintahan, dan sebaliknya peraturan-peraturan hukum di dalam perundang-undangan administratif dapat dimasukkan dalam lingkungan hukum Pidana. Sedangkan E. Utrecht mengatakan bahwa Hukum Pidana memberi sanksi istimewa baik atas pelanggaran kaidah hukum privat, maupun atas pelanggaran kaidah hukum publik yang telah ada. Pendapat lain dikemukakan oleh Victor Situmorang bahwa “apabila ada kaidah hukum administrasi negara yang diulang kembali menjadi kaidah hukum pidana, atau dengan perkataan lain apabila ada pelanggaran kaidah hukum administrasi negara, maka sanksinya terdapat dalam hukum pidana”.
3. Hukum Administrasi Negara dengan Hukum Perdata
Menurut Paul Scholten sebagaimana dikutip oleh Victor Situmorang bahwa Hukum Administrasi Negara itu merupakan hukum khusus hukum tentang organisasi negara dan hukum perdata sebagai hukum umum. Pandangan ini mempunyai dua asas yaitu pertama, negara dan badan hukum publik lainnya dapat menggunakan peraturan-peraturan dari hukum perdata, seperti peraturan-peraturan dari hukum perjanjian. Kedua, adalah asas Lex Specialis derogaat Lex generalis, artinya bahwa hukum khusus mengesampingkan hukum umum, yaitu bahwa apabila suatu peristiwa hukum diatur baik oleh Hukum Administrasi Negara maupun oleh hukum Perdata, maka peristiwa itu diselesaikan berdasarkan Hukum Administrasi negara sebagai hukum khusus, tidak diselesaikan berdasarkan hukum perdata sebagai hukum umum.
Jadi terjadinya hubungan antara Hukum Administrasi Negara dengan Hukum Perdata apabila 1) saat atau waktu terjadinya adopsi atau pengangkatan kaidah hukum perdata menjadi kaidah hukum Administrasi Negara, 2) Badan Administrasi negara melakukan perbuatan-perbuatan yang dikuasasi oleh hukum perdata, 3) Suatu kasus dikuasai oleh hukum perdata dan hukum administrasi negara maka kasus itu diselesaikan berdasarkan ketentuan-ketentuan Hukum Administrasi Negara.
4. Hukum Administrasi Negara dengan Ilmu Administrasi Negara
Sebagaimana istilah administrasi, administrasi negara juga mempunyai berbagai macam pengertian dan makna. Dimock dan Dimock, menyatakan bahwa sebagai suatu studi, administrasi negara membahas setiap aspek kegiatan pemerintah yang dimaksudkan untuk melaksanakan hukum dan memberikan pengaruh pada kebijakan publik (public policy); sebagai suatu proses, administrasi negara adalah seluruh langkah-langkah yang diambil dalam penyelesaian pekerjaan; dan sebagai suatu bidang kemampuan, administrasi negara mengorganisasikan dan mengarahkan semua aktivitas yang dikerjakan orang-orang dalam lembaga-lembaga publik.
Kegiatan administrasi negara tidak dapat dipisahkan dari kegiatan politik pemerintah, dengan kata lain kegiatan-kegiatan administrasi negara bukanlah hanya melaksanakan keputusan-keputusan politik pemerintah saja, melainkan juga mempersiapkan segala sesuatu guna penentuan kebijaksanaan pemerintah, dan juga menentukan keputusan-keputusan politik.
E. Latihan
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan baik dan benar!
1. Jelaskan pengertian dan rumuskan dari Hukum Administrasi Negara!
2. Bagaimanakah lapangan dan kedudukan hukum administrasi negara di Indonesia!. Jelaskan.
3. Terangkan pengertian administrasi menurut Prof. Dr. Prajudi Atmosudirjo, S.H.!
4. Jelaskan hubungan antara Hukum Tata Negara dengan Hukum Administrasi Negara!
5. Gambarkan perbedaan antara hukum administrasi negara klasik dengan hukum administrasi negara modern!.
F. Rangkuman
Hukum Administrasi Negara menurut Oppenheim adalah sebagai peraturan-peraturan tentang negara dan alat-alat perlengkapannya dilihat dalam geraknya (hukum negara dalam keadaan bergerak atau staat in beweging). Sedangkan Utrecht mengatakan bahwa Hukum Administrasi Negara ialah himpunan peraturan –peraturan tertentu yang menjadi sebab, maka negara berfungsi. Dengan kata lain Hukum Administrasi Negara merupakan sekumpulan peraturan yang memberi wewenang kepada administrasi negara untuk mengatur masyarakat.
Prajudi Atmosudirdjo mengemukakan bahwa untuk keperluan studi ilmiah, maka ruang lingkup atau lapangan hukum administrasi negara meliputi: 1) Hukum tentang dasar-dasar dan prinsip-prinsip umum daripada administrasi negara, 2) Hukum tentang organisasi dari administrasi negara, 3) Hukum tentang aktivitas-aktivitas dari Administrasi Negara, terutama yang bersifat yuridis, 4) Hukum tentang sarana-sarana dari Administrasi Negara, terutama mengenai Kepegawaian Negara dan Keuangan Negara, 5) Hukum Administrasi Pemerintahan Daerah atau Wilayah, 6) Hukum tentang Peradilan Administrasi Negara.
sumber: Raharjoonline
0 komentar
Posting Komentar